Sabtu, 22 Mei 2010

Hasil Riset


Analisis Kebijakan Pengelolaan Oseltamivir
dan Implementasinya di Rumah Sakit Rujukan Kasus Flu Burung*)

Misnaniarti

ABSTRAK

Latar Belakang: Ancaman pandemi flu burung yang disebabkan oleh virus H5N1, mendorong berbagai upaya pemerintah untuk mencari cara mencegah, menanggulangi dan mengobatinya, di antaranya dengan kebijakan penyediaan obat antiviral. Penyediaan obat antiviral ini memegang peranan yang sangat penting, sehingga harus dikelola secara baik dan kebijakan yang melandasinya harus berdasarkan formulasi yang tepat mulai dari tahap perencanaan hingga pengendalian. Oleh karena itu perlu dianalisis secara komprehensif dengan melihat aspek-aspek pada sistem kebijakan meliputi public policies, policy stakeholders, dan policy environment.

Metode: Jenis penelitian adalah kualitatif yang dilakukan secara
retrospektif dengan menganalisis sistem kebijakan, melibatkan 10 informan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen, kemudian dilakukan analisis isi.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
perencanaan penyediaan Oseltamivir belum bisa berdasarkan data evidences jumlah kasus riil yang terjadi pada instansi rumah sakit (RS) rujukan ataupun kebutuhan RS akan obat tersebut. Hal ini karena pertimbangan kasus yang dihadapi merupakan kasus baru yang terus menunjukkan progresivitas angka kematian pada manusia, sehingga dilakukan strategi stockpilling yang memperhitungkan jumlah kebutuhan berdasarkan pada prediksi persentase jumlah penduduk Indonesia yang akan terkena jika terjadi pandemi. Besaran anggaran yang disediakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan anggaran yang dialokasikan sebelumnya. Pengadaan dengan teknik dropping dapat mengakibatkan terjadinya penumpukkan obat di RS rujukan, tetapi hal tersebut dilakukan karena adanya hibah obat dari negara lain sehingga obat harus segera didistribusikan ke unit pelayanan kesehatan agar bisa terpakai mengingat masa kadaluarsanya yang relatif dekat. Pendistribusiannya secara terbatas pada instansi pemerintah dan tidak dijual bebas dilakukan mengingat pentingnya obat tersebut bagi keselamatan manusia, akan tetapi perlu dipikirkan juga akses unit pelayanan kesehatan swasta (RS/klinik) untuk memperoleh obat tersebut.

Kesimpulan: Kebijakan pengelolaan Oseltamivir dalam
penanganan kasus flu burung di RS rujukan di wilayah DKI Jakarta dibuat secara terbatas dan pada pelaksanaannya tidak mencakup pada keseluruhan lini yang memerlukan. Diharapkan pihak Depkes dalam pengelolaan Oseltamivir ini juga memberdayakan apotek yang ditunjuk untuk menyediakan-nya sehingga selain mempermudah akses unit pelayanan kesehatan swasta lainnya dalam memperoleh obat tersebut dan bisa dijadikan stockpile. Bagi RS diharapkan memberikan rekomendasi desain kebijakan pengelolaan Oseltamivir yang sesuai dengan kondisi di RS kepada Depkes.

Kata Kunci : Oseltamivir, kebijakan pengelolaan

*) Hasil riset tahun 2007